PEMBELAJARAN KE - 3
IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR
A. PENDAHULUAN
STANDAR
KOMPETENSI
Meningkatkan
keimanan kepada Qadha dan Qadar
KOMPETENSI DASAR
1. Menjelaskan pengertian beriman
kepada Qadha dan Qadar
2. Menunjukkan bukti atau dalil akan
adanya Qadha dan Qadar
3. Menjelaskan berbagai tanda dan peristiwa yang
berhubungan dengan Qadha dan Qadar
4. Menunjukkan ciri-ciri perilaku orang yang
beriman kepada Qadha dan Qadar
5. Menampilkan perilaku yang mencerminkan
keimanan kepada kepada Qadha dan Qadar
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN
Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah CTL (Contextual
Teaching and Learning)
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1. Pendidik menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai
2.
Pendidik
menjelaskan materi tentang beriman kepada Qadha dan Qadar Allah SWT
3.
Peserta
didik mendiskusikan pengertian tentang Qadha dan Qadar Allah SWT
4.
Peserta
didik mendiskusikan tentang bukti/dalil-dalil tentang kebenaran adanya Qadha
dan Qadar Allah SWT
5. Peserta didik menelaah berbagai literature
untuk menjelaskan berbagai tanda dan peristiwa yang berhubungan dengan Qadha
dan Qadar
6. Peserta didik mendiskusikan ciri-ciri
perilaku orang yang beriman kepada Qadha dan Qadar
7. Peserta didik membiasakan berperilaku
sebagai orang yang beriman kepada Qadha dan Qadar
8. Pendidik
menyebutkan contoh perilaku orang yang beriman kepada Qadha dan Qadar
dalam kehidupan sehari-hari
9. Pendidik menilai perilaku peserta didik
dalam pergaulan sehari-hari
10. Pendidik menilai hasil kerja siswa yang
telah dikerjakan
B.
INTI
1. ESKPLORASI
a. IFTITAH
Kita dapat melihat diri kita sendiri
dengan mudah. Warna kulit, wajah, rambut, tinggi badan dan sebagainya. Lalu
kita melihat orang lain ternyata orang lain berbeda dengan kita, baik warna
kulit, maupun bentuk tubuh. Kita berbeda dengan orang Belanda, Arab, Perancis,
dan sebagainya. Ternyata setiap manusia punya ukuran dan ketentuan
masing-masing.
Kita juga melihat bahwa ada orang
yang pandai ada pula yang kurang pandai.
Ternyata orang-orang yang pandai itu selalu disiplin menepati jadwal yang telah
dibuatnya, sehingga ia pandai membagi waktu untuk belajar, beribadah, bermain
dan beristirahat. Waktu untuk bermain hanya terbatas, sementara waktu belajar
lebih banyak .
Ada
yang kaya ada pula yang tidak terlalu kaya atau miskin. Ternyata orang yang kaya
bekerja lebih rajin, tidak bermalas-malasan dan tidak pantang menyerah.
Mengapa semua itu terjadi? Siapa yang
menyebabkan dan mengaturnya? Dialah Allah SWT, yang membuat hukum dan ketentuan.
Hukum dan ketentuan Allah SWT itu disebut Qadha dan Qadar. Orang yang mengaku
Islam harus percaya adanya Qadha dan Qadar Allah karena dia merupakan rukun
iman yang ke enam.
b. TANBIH
QS Al-Qamar: 49
Artinya:
Sesungguhnya, Kami menciptakan segala
sesuatu menurut ukuran (QS Al-Qamar/54: 49)
c. ISTIFHAM
1) Tahukan kalian pengertian tentang iman
kepada Qadha dan Qadar Allah SWT?
2) Sudah hafalkah kalian dalil-dalil tentang
kebenaran adanya Qadha dan Qadar Allah SWT?
3) Sudah tahukah kalian tanda-tanda dan
peristiwa yang berhubungan dengan Qadha
dan Qadar Allah SWT?
4) Tahukah kalian ciri-ciri perilaku orang
yang beriman kepada Qadha dan Qadar Allah SWT ?
5) Sudah biasakah kalian berperilaku yang
mencerminkan orang yang beriman kepada Qadha dan Qadar Allah SWT ?
2. ELABORASI
(URAIAN MATERI)
a.
Pengertian Qadha dan Qadar
Pengertian qadha menurut bahasa adalah ketentuan
atau ketetapan. Sedangkan menurut istilah adalah ketetapan atau ketentuan
Allah sejak zaman azali, yang belum diketahui dan belum diterima oleh
makhluk-Nya.
Secara bahasa
qadar berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Secara istilah qadar berarti
ketentuan atau ketetapan yang telah ditentukan oleh Allah atas makhluk-Nya dan
telah diterima serta telah berlaku bagi makhluk-Nya.
b. Pengertian beriman kepada Qadha dan Qadar
Dari uraian
di atas dapat dipahami bahwa beriman kepada qadha dan qadar berarti kita
meyakini dengan sepenuh hati bahwa segala yang terjadi di dunia ini sesuai
kehendak Allah dan sesuai dengan aturan yang diciptakan-Nya. Dalam memahami
pengertian qadha dan qadar harus dilandasi dengan iman dan ilmu yang benar
karena jika tidak kita akan terperangkap pada pemahaman yang salah. Misalnya
kita beranggapan bahwa nasib baik dan buruk seseorang telah ditentukan oleh
Allah secara pasti sehingga manusia hanya sebagai pelaksana tanpa memiliki
sedikit pun peran dalam menentukan nasibnya. Oleh sebab itu kita perlu
memahaminya secara baik dan benar sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
c. Bukti
atau dalil kebenaran adanya Qadha dan Qadar
Di dalam
Al-Qur’an diterangkan tentang iman kepada qadha dan qadar pada banyak ayat, 3
di antaranya adalah:
1)
Surat Al-Ahzab ayat 36:
Artinya:
Dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan
rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang
lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya
Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.( QS.
Al-Ahzab/33: 36)
Ayat tersebut di atas menerangkan kepada kita tentang qadha atau
ketetapan hukum.
2)
Surat Al-Furqan ayat 2:
Ï%©!$#r öNs9ur `ä3t
¼ã&©! Ô7ΰ
Îû Å7ù=ßJø9$# t,n=yzur ¨@à2
&äóÓx« ¼çnu£s)sù #\Ïø)s?
Artinya:
Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan
langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS. Al-Furqan/25: 2)
Pada ayat di atas qadar berarti ukuran atau aturan yang
diciptakan Allah dan manusia terikat oleh aturan tersebut.
3)
Surat Ar-Ra’d ayat 8:
ª!$# ãNn=÷èt
$tB ã@ÏJøtrB @à2
4Ós\Ré& $tBur
âÙÉós? ãP$ymöF{$# $tBur
ß#y÷s?
(
@à2ur >äóÓx« ¼çnyYÏã A#yø)ÏJÎ/
Artinya:
Allah mengetahui apa yang dikandung
oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang
bertambah dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya(QS. Ar-Ra’d/13: 8)
Dari ayat tersebut di atas dan dari ayat-ayat lainnya
dapat dipahami bahwa semua makhluk telah ditetapkan takdirnya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini dari sisi kejadiannya, dalam
kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu itulah yang disebut
takdir. Mereka tidak dapat melampaui batas ketetapan itu dan Allah menuntun serta
menunjukkan kepada mereka arah yang seharusnya mereka tuju. Hal ini bisa dilihat pada Al-Qur’an surat Al-A’la/87:
1-3 sebagai berikut:
ËxÎm7y zOó$# y7În/u n?ôãF{$# ÇÊÈ Ï%©!$# t,n=y{ 3§q|¡sù ÇËÈ Ï%©!$#ur u£s% 3yygsù ÇÌÈ
Artinya:
Sucikanlah
nama Tuhanmu yang Maha Tingi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya),
dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.(QS. Al-A’la/87: 1-3)
d. Contoh Peristiwa yang Berhubungan dengan
Qadha dan Qadar
Untuk
memperjelas pemahaman tentang Qadha dan Qadar, berikut ini disajikan beberapa contoh sebagai berikut:
1) Allah berkehendak menciptakan manusia
sebagai khalifah (pemimpin) di bumi. Ketetapan ini sebagai qadha-Nya. Untuk
mewujudkan kehendak-Nya, Allah membekali ciptaan-Nya tersebut dengan akal
pikiran. Namun demikian manusia tetap memiliki kemampuan yang terbatas sesuai
dengan ukuran yang diberikan kepadanya. Misalnya, manusia tidak dapat terbang.
Ini merupakan batas kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya, manusia tak
bisa melampauinya, kecuali jika ia menggunakan akalnya untuk menciptakan suatu
alat. Namun akalnya pun mempunyai ukuran yang tidak mampu dilampaui. Manusia
berada di bawah hukum-hukum Allah sehingga yang kita lakukan juga tidak
terlepas dari hukum-hukum-Nya. Tetapi karena hukum-hukum tersebut cukup banyak
dan kita diberi kemampuan memilih, maka kita dapat memilih yang mana di antara
takdir yang telah ditetapkan Allah terhadap alam yang kita pilih. Api
ditetapkan panas dan membakar; sedangkan angin dapat menimbulkan kesejukan atau
dingin. Itu takdir Allah, manusia boleh memilih api yang membakar atau angin
yang sejuk. Di sinilah pentingnya pengetahuan dan perlunya petunjuk dari Allah.
2) Allah SWT menentukan bahwa si Abdullah
menjadi seorang presiden di negara Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan
qadla Allah SWT. Untuk mendukung ketentuan Allah SWT tersebut, maka Allah SWT
memberikan kemampuan/potensi kepada Abdullah
sebagai seorang presiden. Proses si Abdullah dari awal sampai
terpilihnya ia menjadi seorang presiden disebut ikhtiar. Faktor – faktor yang
mendukung ia menjadi seorang presiden bukanlah suatu kebetulan, tetapi termasuk
bagian dari ketentuan Allah SWT. Sedangkan
ketika ia telah terpilih menjadi seorang presiden merupakan qadar Allah
SWT.
Para ulama’
membagi takdir, ada dua, yaitu takdir muallaq dan takdir mubram. Takdir muallaq
erat kaitannya dengan usaha manusia, sedangkan
takdir mubram mutlak merupakan kehendak Allah sebagai Sang Khaliq. Selengkapnya dibahas pada hubungan qadla, qadar, ikhtiar, dan tawakal.
|
e. Ciri-ciri Perilaku Orang yang Beriman
kepada Qadha dan Qadar
Orang yang terbaik
di sisi Allah SWT bukanlah orang yang tidak pernah mendapatkan ujian-ujian dari
Allah, tetapi justru orang yang sering
mendapat ujian dari-Nya. Hamba-hamba Allah yang
termasuk Ulul Azmi adalah contoh manusia-manusia yang sabar dan tabah
dalam menghadapi segala hambatan,
tantangan dan ujian yang
diberikan Allah SWT.
Sebagai orang yang
beriman kepada Allah, sikap yang terbaik dalam menghadapi setiap Qadha dan
Qadar Allah SWT adalah sebagai berikut:
1)
Sabar
Sabar dalam pengertian luas adalah menahan diri dalam
menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak
diinginkan maupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Para ahli tasawuf membagi kesabaran dalam tiga macam, yaitu:
sabar dalam menghadapi musibah, sabar dalam menjalankan kewajiban dari Allah
SWT dan sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan segala maksiat.
Sikap manusia yang benar keimanannya adalah sikap yang
sabar dalam menerima ujian dan cobaan dari Allah SWT. Keimanan itu akan diuji oleh Allah SWT dengan
cobaan-cobaan, siapa yang benar keimanannya dia akan menerima bahwa Allah SWT
memang menguji dirinya dengan cobaan-cobaan itu. Dan Allah tidak memberi ujian
di luar batas kemampuan manusia meskipun kelihatannya berat bahkan kadangkala
bertubi-tubi (tak henti-henti). Dan jika kita bisa melampaui semua ujian
tersebut Allah akan mengangkat derajat kita lebih tinggi.
Firman Allah di dalam surat
al-Baqarah ayat 155-157:
Artinya:
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innalillahi wainna ilaihi
raji’un”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhan mereka. (QS Al-Baqarah/1: 156-157)
2)
Tidak putus asa
Salah satu watak dasar manusia adalah sering berkeluh
kesah. Ketika diberikan kecukupan rizki, kebanyakan orang tidak bersyukur, namun apabila diberi sedikit ujjian dia akan
berputus asa. Jika seorang mukmin putus asa dalam menerima ujian dari Allah
SWT, sesungguhnya keimanannya itu telah rapuh. Maka ujian iman itu merupakan
barometer (alat ukur) untuk menilai kadar keimanan seseorang. Misalnya seorang mukmin
mendapat cobaan dari Allah SWT berupa kekurangan harta, ia berputus asa dengan
tidak bekerja keras, bahkan melakukan pekerjaan haram untuk memenuhi hajat
hidupnya. Jalan yang ditempuhnya menunjukkan keputusasaan dia dalam menerima
takdir Allah SWT. Atau ada seorang pelajar kebetulan kemampuanya relatif
tertinggal dengan teman sekelasnya, dia putus asa, dia enggan belajar dengan
sungguh-sungguh, bahkan selalu menyiapkan contekan sebelum ulangan/ujian.
Gambaran di atas menunjukkan lemahnya iman menghadapi
ujian dari Allah SWT. Firman Allah di dalam surat Al-Ankabut ayat 2-3 :
Artinya:
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan “kami beriman”
sedang mereka tidak diuji (keimanannya) dan sesungguhya Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah SWT mengetahui orang-orang yang benar, dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta (keimanannya)”. (Q.S. Al-Ankabut/29: 2-3)
Juga
disebutkan di dalam surat Az-Zumar
ayat 53:
Artinya:
Katakanlah: “Hai
hamba-hamba-Ku yang melampui batas terhadap mereka sendiri, janganlah kamu
berputus asa dari rahmat Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S.
Az-Zumar/39: 53)
3)
Ikhlas dan tidak takabur
Ikhlas
artinya tulus, sepenuh hati menerima sesuatu. Dalam hubungan dengan qadha dan qadar,
yang dimaksud ikhlas adalah menerima segala ketentuan Allah SWT dengan ridha. Maksud
ridha di sini adalah hendaknya kita bersyukur jika takdir yang terjadi pada kita
adalah sesuatu yang menggembirakan dan kita bersabar atau tabah jika yang
menimpa kita adalah sesuatu yang merugikan. Misalnya kita tidak lupa daratan,
kufur, takabur, kikir dan sebagainya jika mendapt nikmat karunia. Sebaliknya
kita tidak bekeluh kesah apalagi berputus asa bila ditimpa suatu
musibah/malapetaka. Ridha terhadap qadha dan qadar hukumnya wajib. Dasarnya
adalah hadis Qudsi berikut:
عَنْ أَبِي هِنْدٍ الدَّارِيِّ الْحَجَّامِ
قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ:
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِي وَيَصْبِرْ عَلَى
بَلائِي فَلْيَلْتَمِسْ رَبًّا سِوَايَ
(. رواه الطبراني)
Artinya:
Dari Abi Hindun Ad Dari Al Hajami
berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW Bersabda: Allah berfirman: Barangsiapa yang tidak ridha
terhadap qadla-Ku dan tidak sabar menerima cobaan-Ku, maka carilah olehmu Tuhan
selain Aku.(HR Ath-Thabrani)
4)
Tawakkal
Secara bahasa tawakkal berarti berserah diri, sedangkan
secara istilah berarti berserah diri kepada qadha dan qadar Allah SWT setelah
berusaha (ikhtiar) sekuat mungkin sesuai dengan kewajibannya sebagai manusia.
Firman Allah di dalam surat
At-Thalaq ayat 3:
Artinya:
Dan barang
siapa yang bertawakkal kepada Allah,
maka Allah SWT akan mencukupkan (keperluannya ) (QS At-Thalaq/65: 3)
5)
Mendorong manusia bekerja keras untuk mengubah
nasib
Jika manusia sadar bahwa kebahagiaan tidak datang begitu saja melainkan
harus diusahakan dan diperjuangkan maka dia akan khawatir jika tidak berusaha secara
sungguh-sungguh walaupun yang datang kadangkala bukan kebahagiaan tetapi sesuatu
yang menyusahkan. Sebab itu manusia
harus bekerja keras sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Qashash:
Æ÷tGö/$#ur
!$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# (
Artinya:
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi.(QS
Al-Qashash/28: 77)
|
f. Hubungan Qadha, Qadar, Ikhtiar,
dan Tawakal
Hubungan qadha dan
qadar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan antara qadha dan qadar
ibarat hubungan antara ketentuan-ketentuan rencana Allah SWT dengan pelaksanaan
rencana tersebut atau dengan kata lain rencana Allah SWT dinyatakan dalam qadha,
sedangkan pelaksanaan atau perwujudannya dinamakan qadar (takdir).
Para ahli kalam pada
abad pertengahan hijriyah sering terlibat dalam diskusi, apakah manusia dalam setiap geraknya
berhubungan dengan takdir? Ataukah ada kebebasan manusia yang diberikan Allah
SWT agar berbuat jelek dan baik? Apakah manusia selalu dipaksakan dengan
kehendak Allah SWT, ataukah diberikan kekebasan menentukan pilihannya sendiri?
Jawabnya adalah perpaduan dari keduanya.
Di sinilah ikhtiar
atau usaha berperan. Ikhtiar adalah usaha manusia untuk mencapai sesuatu yang
diharapkan. Usaha ini untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di dunia dan
akhirat. Misalnya: orang yang ingin sehat, maka dia berusaha menjaga kondisi
fisiknya baik dengan makan, tidur dan olah raga yang teratur. Jika ingin sembuh
dari sakit harus rajin minum obat, jika
ingin pandai harus belajar, jika ingin
kaya maka harus bekerja keras dengan cara yang baik dan halal, jika tidak ingin
kecelakaan harus mentaati rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya. Jadi pandai,
sehat, kaya adalah sesuatu yang diinginkan sedangkan belajar, makan, tidur, minum
obat adalah cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Cara atau usaha inilah
yang dianamakan ikhtiar.
Namun seringkali
sesuatu yang kita peroleh tidak sesuai dengan usaha yang sudah kita laksanakan.
Sehingga sebagai seorang mukmin yang taat jika menjumpai hal-hal yang tidak sesuai
dengan yang kita harapkan maka kita pasrahkan semuanya kepada Sang Pencipta yaitu
Allah SWT agar tidak sedih berkepanjangan. Namun kita tetap optimis, tidak
putus asa dan senantiasa berusaha keras agar hal-hal yang kita inginkan tercapai.
Bukankah hanya kepada-Nya kita mohon pertolongan dan hanya kepada-Nya pula kita
berserah diri (bertawakkal)?
Dalam hubungan
antara qadha, qadar dan ikhtiar ini para ulama berpendapat bahwa taqdir terbagi
menjadi dua, yaitu: takdir mubram dan takdir muallaq.
1) Takdir mubram
Takdir mubram yaitu takdir
yang tidak dapat diubah atau diusahakan oleh manusia. Semua terjadi semata-mata
karena kekuasaan Allah Yang Maha Perkasa.
Adapun contohnya
adalah kematian. Pak Surya sakit parah, walaupun sudah berikhtiar berobat ke
dokter ahli baik di dalam maupun di luar negeri jika Allah menentukan ajalnya
tiba maka tak ada yang bisa menolongnya. Pak Suryapun akhirnya meninggal dunia.
Dan pada kasus yang lain, seseorang yang tertimpa reruntuhan bangunan karena
terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat
hingga terluka parah, patah kaki
dan tangannya jika belum sampai ajalnya maka dia tidak mati.
Hal ini
sesuai dengan firman Allah di dalam surat Yunus ayat 49 yang berbunyi:
#sÎ) uä!%y` óOßgè=y_r& xsù tbrãÏø«tFó¡t Zptã$y ( wur tbqãBÏø)tFó¡o
Artinya:
Apabila
telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak (pula) memajukan(nya). (QS Yunus/10: 49)
2) Takdir muallaq
Takdir
muallaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan usaha manusia. Artinya takdir
itu terjadi berkaitan dengan usaha manusia.
Dalam hal
ini dapat diambil contoh keadaan manusia karena usaha kerasnya hingga menjadi
orang yang sukses dan kaya, usaha ingin tetap sehat dengan cara rajin berolah
raga, usaha temanmu yang sangat rajin belajar sehingga menjadi yang terpandai
di kelasnya, dan sebagainya.
Sesuai
dengan firman Allah di dalam surat An-Najm ayat 39, sebagai berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar